SANTET (Witchcraft) - Chapter 8



Wanita yang saya lihat dihalaman depan tiba – tiba menghilang ketika kakek kembali dari kebun pisang. Dengan baju basah karena bercucuran keringat kakek saya masuk kedalam rumah dan mengambil segelas air. Saya hendak bertanya apa yang terjadi, tapi saya urungkan niat itu ketika melihat kakek masih ngos – ngosan mengatur nafas.
Keesokan harinya saya bertanya kepada kakek tentang kejadian semalam. Kakek menjelaskan bahwa semalam dia melihat anjing hitam yang dulu pernah mencegat kita ditengah kebun tebu. Anjing itu dipergoki kakek berada dibelakang dapur kami, rupanya dia ditugaskan untuk mengawasi keluarga ini.

Mengkin si pelaku santet marah kepada kakek, karena dia sudah membantu Mba Tuti pulih. Dan sekarang mencoba balik menyerang ke kakek. Saya juga menceritakan penampakan perempuan yang terlihat dihalaman depan, mungkin sosok wanita tersebut juga menampakan diri kepada nenek waktu dikamar mandi. Tapi kakek menjawab dia tidak melihat sosok wanita semalam hanya anjing hitam saja.

Nenek saya kembali pulih setelah diyakinkan bahwa semua baik – baik saja. Kemudian kakek berpesan bahwa makhluk atau apapun namanya, tidak akan berani memasuki rumah, dia hanya mencoba meneror kita secara mental untuki kemudian lemah dari dalam. Seperti nenek yang kemudian sakit karena mental dan jiwanya roboh sehingga mengakibatkan fisiknya juga tumbang. Memang dari keluarga ini neneklah yang paling rentan jiwanya.

Sepertinya memang si pelaku santet yang misterius itu tak pernah jengah membuat keluarga saya celaka. Semenjak nenek pulih kembali dan beraktivitas seperti biasa, ada satu kejadian yang membuat nenek kembali sakit. Waktu itu sebuah peristiwa terjdai setelah isya, lebih tepatnya jam 8 malam, kakek belum pulang kerumah, mungkin sehabis sholat isya dimasjid dia pergi kerumah salah satu warga untuk tahlil 40 harian. Dirumah hanya ada saya, kedua keponakan peremupan saya dan nenek.

Saya waktu itu sedang dikamar membaca buku pelajaran yang sebentar lagi masuk kesemester 2 yang artinya sebentar lagi ujian SMP. Sedangkan nenek sedang dirumah tengah menonton TV. Menurut nenek ketika sedang asik menonton, terdengar suara ketukan di pintu, mungkin karena mengira itu tamu, nenek lantas bergegas untuk membukanya. Tapi begitu nenek membukanya, tak ada seorang pun berdiri disana, hanya beberapa batu seukuran jempol kaki tergeletak dibawah lantai. Ketika nenek hendak menutup pintu terdengar seperti suara orang memanggil namanya.
Nenek menyuruh masuk, dan temannya itu diam saja. Karena mungkin nenek tak enak, malah dia yang menghampiri. Mereka berbincang cukup lama dihalaman depan sambil berdiri, karena sekeras apapun nenek mengajak temannya itu dia tidak mau masuk kedalam rumah.

“ayo bu masuk kerumah saya, banyak makanan ga kemakan, lumayan buat anak – anak sama suami ibu.” Ajak perempuan itu kepada nenek.

Setelah diajak, nenek masuk kedalam rumah untuk mengambil kerudung, dia mengiyakan ajakan temannya itu tanpa berpikir panjang.

“teng nenek kerumah bu Irma dulu yah.”

Mendengar ucapan ibu sontak saya kaget. Melemparkan buku pelajaran yang sedang say abaca kemudian berlari menghampiri nenek. Saya mengguncang – ngguncangkan tubuh nenek sambil menyuruhnya untuk istighfar agar tersadar.

“kenapa teng?” ucap nenek melihat tindakan saya.
“nenek ga sadar, bu Irma siapa? Ibu Irma temen nenek pengajian itu? Dia sudah meninggal nek. Sekarang kan 40 hariannya.” Mendengar ucapan saya nenek langsung tergolek lemas, tubuhnya menggigil seperti kedinginan.

Saya berlari kehalaman depan karena penasaran, dan disana tak ada siapapun. Jadi dengan siapa nenek berbincang tadi. Ketika kakek datang saya menceritakan semuanya, kakek tampak geram namun dia tidak bisa berbuat apa – apa. Menurut kakek kalau saja waktu itu nenek ikut dengan jelmaan perempuan yang mirip dengan temannya itu, mungkin nenek akan hilang atau disesatkan dijalan. Persis seperti kejadian Mba Tuti tempo dulu.. sejak kejadian itu nenek saya sakit, semua aktifitas harian, saya dan kedua keponakan saya yang masih kecil yang mengerjakan. Kakek jarang tidur dimalam hari, dia selalu berjaga dan keliling rumah. Siang hari kakek juga tidur hanya beberapa jam, karena ada sawah dan kebun yang harus dia urus juga.

Dua hari semenjak nenek sakit, tepat jam 3 sore Mas Joko datang kerumah. Kakek yang baru pulang dari sawah, langsung mengajaknya berbincang diruang tamu. Saya menduga mungkin Mas Joko hanya main saja, karena semenjak istrinya sembuh dia belum pernah datang kerumah saya lagi.

“istri saya baru – baru ini kena terror lagi pak. Saya udah cape sebenernya dengan hal – hal seperti ini. Tapi orang yang mengganggu saya ini tampak tidak puas dan terus ingin mencelakakan keluarga saya.” Ucap Mas Joko.

Saya mendengarkan samar – samar dari ruang tengah sambil menonton TV. Dari obrolan yang saya dengar, Mas Joko ingin meminta bantuan kakek lagi. Saya belum tahu spesifik apa yang sebenernya terror yang dimaksud disini. Apakah istrinya kumat lagi seperti dulu.

“terror gimana sep?” kakek saya bertanya.

Karena tertarik saya kecilkan suara volume TV, agar suara obrolan lebih terdengar. Mas Joko mulai bercerita tentang istrinya. Waktu itu Mba Tuti sedang sendrir dirumah, karena memang Mas Joko sering bepergian untuk mengantar bawang ke juragan. Ketika Mba Tuti selesai sholat isya dia mendengar suara ledakan seperti suara petasan persis diluar kamarnya. Mungkin karena penasaran Mba Tuti membuka gorden jendela kamar, Mba Tuti kaget bukan kepalang ketika melihat bayangan seorang pria besar didepan matanya. Dia tak melihat sosok pria itu secara utuh hanya melihat bayangan hitamnya saja.

Mba Tuti ketakutan, dia hendak menelpon suaminya. Namun belum telponnya tersambung, gangguan itu datang lagi. Kini terdengar seperti suara langkah kaki seperti orang lari. Suara itu amat jelas bahkan Mba Tuti bisa merasakan getarannya. Suara itu seperti mengelilingi rumahnya, mungkin kalau dihitung suara di sekitar 6 putaran, Mba Tuti tak bisa memastikannya karena dia terlanjur ketakutan.

Mas Joko tak bisa pulang karena dia baru setengah jalan mengantar bawang ke daerah Slawi langganannya. Maka Mas Joko menyuruh Mba Tuti pergi kerumah tetangganya. Karena rumah Mba Tuti beda kecamatan dan sangat jauh tidak mungkin Mas Joko menelpon mertuanya itu untuk menemani istrinya.

Mba Tuti ingin keluar untuk meminta bantuan, tapi bayangan hitam itu tampak sedang menunggu diluar. Tak ada yang bisa dilakukan Mba Tuti kecuali menangis ketakutan. Mba Tuti mencoba berteriak meminta tolong, bahkan ia sangat keras berteriak, namun anehnya tak ada satu orangpun yang menghampirinya. Sepertinya kekuatan ghaib telah meredam suara Mba Tuti agar tidak terdengar orang – orang, atau bagaimana saya tidak mengerti cara kerja si pelaku santet.

Mba Tuti pergi kedalam kamarnya dan dia sembunyi dikolong ranjang, untuk mengusir rasa takutnya. Tapi tiba – tiba dari jendela kamarnya, terdengar suara pelan perempuan. Suara itu begitu halus namun lirih seperti orang kesakitan. “Tuti……tuti…..tuti….”suara itu terdengar berulang – ulang memanggil nama Mba Tuti. Maba Tuti yang semakin ketakutan mencoba menutup telinganya dengan telapak tangan, tapi suara wanita yang awalnya pelan, kini dia terdengar marah. Suara tersebut menggelegar memanggil – manggil nama Mba Tuti. Suara teriakan perempuan itu dibarengi dengan suara gebrakan tangan yang memukul – mukul kaca jendela.

“astaghfirullah….astaghfirullah….astaghfirullah…”hanya istighfar yang keluar dari mulut Mba Tuti untuk menghilangkan ketakutannya.

“buka pintu tutiiiii!!!! Keluar kau tutiii!!!” teriak suara perempuan dibalik kaca jendela kamar, yang sosoknya tak terlihat oleh Mba Tuti.

Ketika Mas Joko pulang sekitar jam 3 pagi bersama temannya, merasa curiga karena Mba Tuti tidak merespon saat pintuk diketok – ketok bahkan saat ditelpon pun tak ada jawaban, tapi suara hp Mba Tuti didalam rumah terdengar oleh Mas Joko. Sekitar satu jam tidak ada jawaban juga, Mas Joko yang merasa curiga dan khawatir akhirnya mendobrak pintu rumah.

Mba Tuti ditemukan dibawah ranjang dalam keadaan tidak sadar. Tubuhnya dingin dengan wajah pucat bercucuran air mata. Bahkan mulutnya tak bisa berhenti mengucapkan istighfar bekali – kali. Mas Joko mencoba menyadarkannya dengan mengguncang – ngguncangkan tubuhnya, menyiram wajahnya dengan cipratan air, bahkan sampai menampar pipi istrinya itu supaya tersadar.

Mendengar cerita Mas Joko, kakek menghela nafas. Entah apa yang harus ia katakana sekarang, tapi kakek tidak menceritakan sedikitpun tentang kejadian nenek yang mengalami terror sama seperti Mba Tuti. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya kakek berkata kepada Mas Joko bahwa dia tidak bisa lagi membantu Mas Joko. Kondisi nenek yang sakit dijadikan alasan kakek untuk menolak secara halus Mas Joko.

“tolong sekali pak, saya bingung. Saya tidak mengerti hal – hal seperti ini, Cuma bapak harapan saya satu – satunya.” Ucap Mas Joko dengan nada memohon, matanya tampak berkaca – kaca.

Keputusan kakek sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Saya mengerti sebenrnya alasan kakek menolak Mas Joko. Yang awalnya kakek kira hanya niat menolong saja, sekarang imbasnya malah kepada keluarga kami. Mungkin kakek sadar dia terlalu jauh ikut campur urusan orang.

Mas Joko tidak memaksa keputusan kakek, akhirnya dia pulang dengan tangan hampa. Dari wajahnya Mas Joko tampak kecewa, marah mungkin. Tapi saya tak tahu rasa marah dan kesalnya itu ditujukan untuk siapa. Apa kepada kakek yang tidak bisa membantunya lagi atau pada pelaku santet yang telah mengganggu hidupnya itu, saya tak tahu.
Seminggu berlalu, sedikit demi sedikit nenek sudah kembali pulih, beraktivitas seperti biasa. Tapi sepertinya kakek tidak diberi nafas sedikitpun untuk berleha – leha, baru saja dia pulang sholat maghrib dari masjid, Mas Joko datang lagi kerumah saya. Kali ini dia menangis bahkan memeluk kakek saya. Dia memohon –mohon agar kakek mau datang kerumah dan membantu istrinya.

Setelah merasa tenang dan minum air putih Mas Joko mulai bercerita kepada kakek dan juga mungkin kami yang mendengarkan disana. Seminggu yang lalu setelah pulang dari sini, Mas Joko bergegas mencari orang pintar. Berdasarkan rekomendasi temannya akhirnya ia mendapatkan seorang paranormal, yang berasal dari luar kabupaten Brebes. Yang saya tidak akan sebutkan nama kotanya, demi kebaikan bersama agar tidak ada yang tersinggung. Menurut Mas Joko si paranormal tersebut datang kerumahnya untuk mengobati Mba Tuti dan juga memasang pagar ghoib untuk rumah Mas Joko agar tidak didatangi lagi makhluk – makhluk aneh. Bahkan menurut Mas Joko dia membeli semacam keris kecil yang maharnya sangat mahal. Demi kebaikan keluarganya waktu itu Mas Joko tidak memikirkan masalah uang, walaupun ia harus mencatut modal usahanya.
Sekedar info mahar itu menurut sepengetahuan saya adalah harga untuk membeli barang – barang mistis atau semacam benda pusaka. Jadi dalam istilahnya proses pemindah tanganan benda pusaka disebut ijab Kabul, karena pamali katanya kalau menggunakan istilah jual beli.

Tapi tak ada reaksi, Mba Tuti tetap saja diganggu. Bahkan kejadian terakhir menurut Mas Joko Mba Tuti hampir saja tewas disumur belakang rumahnya. Sekarang Mas Joko benar – benar kebingungan, uangnya telah menipis dia tak sanggup lagi mencari paranormal untuk membantunya.

“jadi saya sangat minta tolong sama bapak, saya mohon sekali pak.” Ucap Mas Joko.
Kakek tampak kebingungan. Dia ingin sekali membantu Mas Joko sepertinya, tapi takut terror kembali berbalik ke keluarga kami. Tidak ada alasan lagi sekarang untuk menolak Mas Joko secara halus, kakek masi diam entah apa yang dipikirkan.

“atau kalau bapak tidak mau membantu, tolong sebutkan saja siapa yang melakukan ini pada keluarga saya pak? Saya akan labrak orang tak tahu diri.” Ucap Mas Joko tampak geram.


“apa yang terjadi disumur belakang rumahmu jok. Yang kamu maksud hampir saja menewaskan istrimu itu?” entah sedang mengalihkan pembicaraan atau mencari bahan pertimbangan tiba – tiba kakek berkata seperti itu.



Posting Komentar