Wanita
yang saya lihat dihalaman depan tiba – tiba menghilang ketika kakek kembali
dari kebun pisang. Dengan baju basah karena bercucuran keringat kakek saya
masuk kedalam rumah dan mengambil segelas air. Saya hendak bertanya apa yang
terjadi, tapi saya urungkan niat itu ketika melihat kakek masih ngos – ngosan
mengatur nafas.
Keesokan
harinya saya bertanya kepada kakek tentang kejadian semalam. Kakek menjelaskan
bahwa semalam dia melihat anjing hitam yang dulu pernah mencegat kita ditengah
kebun tebu. Anjing itu dipergoki kakek berada dibelakang dapur kami, rupanya
dia ditugaskan untuk mengawasi keluarga ini.
Mengkin
si pelaku santet marah kepada kakek, karena dia sudah membantu Mba Tuti pulih.
Dan sekarang mencoba balik menyerang ke kakek. Saya juga menceritakan
penampakan perempuan yang terlihat dihalaman depan, mungkin sosok wanita
tersebut juga menampakan diri kepada nenek waktu dikamar mandi. Tapi kakek
menjawab dia tidak melihat sosok wanita semalam hanya anjing hitam saja.
Nenek
saya kembali pulih setelah diyakinkan bahwa semua baik – baik saja. Kemudian
kakek berpesan bahwa makhluk atau apapun namanya, tidak akan berani memasuki
rumah, dia hanya mencoba meneror kita secara mental untuki kemudian lemah dari
dalam. Seperti nenek yang kemudian sakit karena mental dan jiwanya roboh
sehingga mengakibatkan fisiknya juga tumbang. Memang dari keluarga ini neneklah
yang paling rentan jiwanya.
Sepertinya
memang si pelaku santet yang misterius itu tak pernah jengah membuat keluarga
saya celaka. Semenjak nenek pulih kembali dan beraktivitas seperti biasa, ada
satu kejadian yang membuat nenek kembali sakit. Waktu itu sebuah peristiwa
terjdai setelah isya, lebih tepatnya jam 8 malam, kakek belum pulang kerumah,
mungkin sehabis sholat isya dimasjid dia pergi kerumah salah satu warga untuk
tahlil 40 harian. Dirumah hanya ada saya, kedua keponakan peremupan saya dan
nenek.
Saya
waktu itu sedang dikamar membaca buku pelajaran yang sebentar lagi masuk
kesemester 2 yang artinya sebentar lagi ujian SMP. Sedangkan nenek sedang
dirumah tengah menonton TV. Menurut nenek ketika sedang asik menonton,
terdengar suara ketukan di pintu, mungkin karena mengira itu tamu, nenek lantas
bergegas untuk membukanya. Tapi begitu nenek membukanya, tak ada seorang pun
berdiri disana, hanya beberapa batu seukuran jempol kaki tergeletak dibawah
lantai. Ketika nenek hendak menutup pintu terdengar seperti suara orang
memanggil namanya.
Nenek
menyuruh masuk, dan temannya itu diam saja. Karena mungkin nenek tak enak,
malah dia yang menghampiri. Mereka berbincang cukup lama dihalaman depan sambil
berdiri, karena sekeras apapun nenek mengajak temannya itu dia tidak mau masuk
kedalam rumah.
“ayo
bu masuk kerumah saya, banyak makanan ga kemakan, lumayan buat anak – anak sama
suami ibu.” Ajak perempuan itu kepada nenek.
Setelah
diajak, nenek masuk kedalam rumah untuk mengambil kerudung, dia mengiyakan
ajakan temannya itu tanpa berpikir panjang.
“teng
nenek kerumah bu Irma dulu yah.”
Mendengar
ucapan ibu sontak saya kaget. Melemparkan buku pelajaran yang sedang say abaca
kemudian berlari menghampiri nenek. Saya mengguncang – ngguncangkan tubuh nenek
sambil menyuruhnya untuk istighfar agar tersadar.
“kenapa
teng?” ucap nenek melihat tindakan saya.
“nenek
ga sadar, bu Irma siapa? Ibu Irma temen nenek pengajian itu? Dia sudah
meninggal nek. Sekarang kan 40 hariannya.” Mendengar ucapan saya nenek langsung
tergolek lemas, tubuhnya menggigil seperti kedinginan.
Saya
berlari kehalaman depan karena penasaran, dan disana tak ada siapapun. Jadi
dengan siapa nenek berbincang tadi. Ketika kakek datang saya menceritakan
semuanya, kakek tampak geram namun dia tidak bisa berbuat apa – apa. Menurut
kakek kalau saja waktu itu nenek ikut dengan jelmaan perempuan yang mirip
dengan temannya itu, mungkin nenek akan hilang atau disesatkan dijalan. Persis
seperti kejadian Mba Tuti tempo dulu.. sejak kejadian itu nenek saya sakit,
semua aktifitas harian, saya dan kedua keponakan saya yang masih kecil yang
mengerjakan. Kakek jarang tidur dimalam hari, dia selalu berjaga dan keliling
rumah. Siang hari kakek juga tidur hanya beberapa jam, karena ada sawah dan
kebun yang harus dia urus juga.
Dua
hari semenjak nenek sakit, tepat jam 3 sore Mas Joko datang kerumah. Kakek yang
baru pulang dari sawah, langsung mengajaknya berbincang diruang tamu. Saya
menduga mungkin Mas Joko hanya main saja, karena semenjak istrinya sembuh dia
belum pernah datang kerumah saya lagi.
“istri
saya baru – baru ini kena terror lagi pak. Saya udah cape sebenernya dengan hal
– hal seperti ini. Tapi orang yang mengganggu saya ini tampak tidak puas dan
terus ingin mencelakakan keluarga saya.” Ucap Mas Joko.
Saya
mendengarkan samar – samar dari ruang tengah sambil menonton TV. Dari obrolan
yang saya dengar, Mas Joko ingin meminta bantuan kakek lagi. Saya belum tahu
spesifik apa yang sebenernya terror yang dimaksud disini. Apakah istrinya kumat
lagi seperti dulu.
“terror
gimana sep?” kakek saya bertanya.
Karena
tertarik saya kecilkan suara volume TV, agar suara obrolan lebih terdengar. Mas
Joko mulai bercerita tentang istrinya. Waktu itu Mba Tuti sedang sendrir
dirumah, karena memang Mas Joko sering bepergian untuk mengantar bawang ke
juragan. Ketika Mba Tuti selesai sholat isya dia mendengar suara ledakan
seperti suara petasan persis diluar kamarnya. Mungkin karena penasaran Mba Tuti
membuka gorden jendela kamar, Mba Tuti kaget bukan kepalang ketika melihat
bayangan seorang pria besar didepan matanya. Dia tak melihat sosok pria itu
secara utuh hanya melihat bayangan hitamnya saja.
Mba
Tuti ketakutan, dia hendak menelpon suaminya. Namun belum telponnya tersambung,
gangguan itu datang lagi. Kini terdengar seperti suara langkah kaki seperti
orang lari. Suara itu amat jelas bahkan Mba Tuti bisa merasakan getarannya.
Suara itu seperti mengelilingi rumahnya, mungkin kalau dihitung suara di
sekitar 6 putaran, Mba Tuti tak bisa memastikannya karena dia terlanjur
ketakutan.
Mas
Joko tak bisa pulang karena dia baru setengah jalan mengantar bawang ke daerah
Slawi langganannya. Maka Mas Joko menyuruh Mba Tuti pergi kerumah tetangganya.
Karena rumah Mba Tuti beda kecamatan dan sangat jauh tidak mungkin Mas Joko
menelpon mertuanya itu untuk menemani istrinya.
Mba
Tuti ingin keluar untuk meminta bantuan, tapi bayangan hitam itu tampak sedang
menunggu diluar. Tak ada yang bisa dilakukan Mba Tuti kecuali menangis
ketakutan. Mba Tuti mencoba berteriak meminta tolong, bahkan ia sangat keras
berteriak, namun anehnya tak ada satu orangpun yang menghampirinya. Sepertinya
kekuatan ghaib telah meredam suara Mba Tuti agar tidak terdengar orang – orang,
atau bagaimana saya tidak mengerti cara kerja si pelaku santet.
Mba
Tuti pergi kedalam kamarnya dan dia sembunyi dikolong ranjang, untuk mengusir
rasa takutnya. Tapi tiba – tiba dari jendela kamarnya, terdengar suara pelan
perempuan. Suara itu begitu halus namun lirih seperti orang kesakitan.
“Tuti……tuti…..tuti….”suara itu terdengar berulang – ulang memanggil nama Mba
Tuti. Maba Tuti yang semakin ketakutan mencoba menutup telinganya dengan
telapak tangan, tapi suara wanita yang awalnya pelan, kini dia terdengar marah.
Suara tersebut menggelegar memanggil – manggil nama Mba Tuti. Suara teriakan
perempuan itu dibarengi dengan suara gebrakan tangan yang memukul – mukul kaca
jendela.
“astaghfirullah….astaghfirullah….astaghfirullah…”hanya
istighfar yang keluar dari mulut Mba Tuti untuk menghilangkan ketakutannya.
“buka
pintu tutiiiii!!!! Keluar kau tutiii!!!” teriak suara perempuan dibalik kaca
jendela kamar, yang sosoknya tak terlihat oleh Mba Tuti.
Ketika
Mas Joko pulang sekitar jam 3 pagi bersama temannya, merasa curiga karena Mba
Tuti tidak merespon saat pintuk diketok – ketok bahkan saat ditelpon pun tak
ada jawaban, tapi suara hp Mba Tuti didalam rumah terdengar oleh Mas Joko.
Sekitar satu jam tidak ada jawaban juga, Mas Joko yang merasa curiga dan
khawatir akhirnya mendobrak pintu rumah.
Mba
Tuti ditemukan dibawah ranjang dalam keadaan tidak sadar. Tubuhnya dingin
dengan wajah pucat bercucuran air mata. Bahkan mulutnya tak bisa berhenti
mengucapkan istighfar bekali – kali. Mas Joko mencoba menyadarkannya dengan
mengguncang – ngguncangkan tubuhnya, menyiram wajahnya dengan cipratan air,
bahkan sampai menampar pipi istrinya itu supaya tersadar.
Mendengar
cerita Mas Joko, kakek menghela nafas. Entah apa yang harus ia katakana
sekarang, tapi kakek tidak menceritakan sedikitpun tentang kejadian nenek yang
mengalami terror sama seperti Mba Tuti. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya
kakek berkata kepada Mas Joko bahwa dia tidak bisa lagi membantu Mas Joko.
Kondisi nenek yang sakit dijadikan alasan kakek untuk menolak secara halus Mas
Joko.
“tolong
sekali pak, saya bingung. Saya tidak mengerti hal – hal seperti ini, Cuma bapak
harapan saya satu – satunya.” Ucap Mas Joko dengan nada memohon, matanya tampak
berkaca – kaca.
Keputusan
kakek sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Saya mengerti sebenrnya alasan
kakek menolak Mas Joko. Yang awalnya kakek kira hanya niat menolong saja,
sekarang imbasnya malah kepada keluarga kami. Mungkin kakek sadar dia terlalu
jauh ikut campur urusan orang.
Mas Joko
tidak memaksa keputusan kakek, akhirnya dia pulang dengan tangan hampa. Dari
wajahnya Mas Joko tampak kecewa, marah mungkin. Tapi saya tak tahu rasa marah
dan kesalnya itu ditujukan untuk siapa. Apa kepada kakek yang tidak bisa
membantunya lagi atau pada pelaku santet yang telah mengganggu hidupnya itu,
saya tak tahu.
Seminggu
berlalu, sedikit demi sedikit nenek sudah kembali pulih, beraktivitas seperti
biasa. Tapi sepertinya kakek tidak diberi nafas sedikitpun untuk berleha –
leha, baru saja dia pulang sholat maghrib dari masjid, Mas Joko datang lagi
kerumah saya. Kali ini dia menangis bahkan memeluk kakek saya. Dia memohon
–mohon agar kakek mau datang kerumah dan membantu istrinya.
Setelah
merasa tenang dan minum air putih Mas Joko mulai bercerita kepada kakek dan
juga mungkin kami yang mendengarkan disana. Seminggu yang lalu setelah pulang
dari sini, Mas Joko bergegas mencari orang pintar. Berdasarkan rekomendasi
temannya akhirnya ia mendapatkan seorang paranormal, yang berasal dari luar
kabupaten Brebes. Yang saya tidak akan sebutkan nama kotanya, demi kebaikan
bersama agar tidak ada yang tersinggung. Menurut Mas Joko si paranormal
tersebut datang kerumahnya untuk mengobati Mba Tuti dan juga memasang pagar
ghoib untuk rumah Mas Joko agar tidak didatangi lagi makhluk – makhluk aneh.
Bahkan menurut Mas Joko dia membeli semacam keris kecil yang maharnya sangat
mahal. Demi kebaikan keluarganya waktu itu Mas Joko tidak memikirkan masalah
uang, walaupun ia harus mencatut modal usahanya.
Sekedar
info mahar itu menurut sepengetahuan saya adalah harga untuk membeli barang –
barang mistis atau semacam benda pusaka. Jadi dalam istilahnya proses pemindah
tanganan benda pusaka disebut ijab Kabul, karena pamali katanya kalau
menggunakan istilah jual beli.
Tapi
tak ada reaksi, Mba Tuti tetap saja diganggu. Bahkan kejadian terakhir menurut
Mas Joko Mba Tuti hampir saja tewas disumur belakang rumahnya. Sekarang Mas
Joko benar – benar kebingungan, uangnya telah menipis dia tak sanggup lagi
mencari paranormal untuk membantunya.
“jadi
saya sangat minta tolong sama bapak, saya mohon sekali pak.” Ucap Mas Joko.
Kakek
tampak kebingungan. Dia ingin sekali membantu Mas Joko sepertinya, tapi takut
terror kembali berbalik ke keluarga kami. Tidak ada alasan lagi sekarang untuk
menolak Mas Joko secara halus, kakek masi diam entah apa yang dipikirkan.
“atau
kalau bapak tidak mau membantu, tolong sebutkan saja siapa yang melakukan ini
pada keluarga saya pak? Saya akan labrak orang tak tahu diri.” Ucap Mas Joko
tampak geram.
“apa
yang terjadi disumur belakang rumahmu jok. Yang kamu maksud hampir saja
menewaskan istrimu itu?” entah sedang mengalihkan pembicaraan atau mencari
bahan pertimbangan tiba – tiba kakek berkata seperti itu.
Posting Komentar