SANTET (Witchcraft) - Chapter 1


Saya tinggal di daerah Kabupaten Brebes, nama kampungnya saya samarkan saja ya..demi kebaikan bersama. Sedangkan sekarang saya berada di Bekasi untuk menimba ilmu (kuliah ) dan kerja. Pengalaman yang saya lihat tentang kasus ini sebenarnya udah lama banget sekitar kelas 9 SMP. Kakek saya adalah seorang petani dan pedagang sekaligus berprofesi sampingannya yaitu membantu orang, saya tak tahu harus mendefinisikan apa untuk bagian membantu orang ini. Jadi begini didesa saya ini kebudayaan Hindu masih kental, sekalipun agama mayoritas didesa kami Islam tetapi tradisi Hindu lama tak bisa dilepaskan, seperti membakar kemenyan saat ziarah ke pemakaman atau melakukan upacara – upacara adat di kampung seperti ruatan bumi dan sebagainya, saya tak tahu apa ini tradisi Hindu atau hanya adat istiadat setempat yang pasti kebiasaan itu masih bertahan samapai sekarang.

Kakek saya belum terlalu tua waktu itu, umurnya baru 48th, bisa dibilang masih muda, kakek saya adalah orang yang selalu dimintai untuk mendoakan kemenyan saat mau ziarah ke makam atau mendoakan air untuk orang yang sakit. Mungkin bisa dibilang orang pintar atau dukun, tapi saya menolak dibilang dukun karena kakek saya tidak membuka praktek, beliau hanya mencoba membantu orang – orang sekitar dengan ilmu kebatinan dan tidak memungut bayaran, sekalipun ada saja orang yang berterima kasih dengan imbalan uang dengan nominal paling besar 20 ribu rupiah, saya tahu karena saya sering melihatnya kalau sedang dirumah. Tidak melakukan ritual yang aneh – aneh, bila ada orang sakit biasanya kakek saya hanya memberikan air putih dalam botol yang sudah dilafalkan doa – doa.

Kakek saya belajar doa – doa dan semua ilmu kebatinannya dari Mbah Buyut (bapaknya kakek saya), dulu sewaktu Mbah Buyut saya masih hidup dia adalah sesepuh kampung sekaligus seorang “Syeh Mayit”. Saya tak tahu apa sebutan nasionalnya atau nama di daerah lain julukan untuk seseorang yang berprofesi untuk mengurusi jenazah mulai dari memandikan, menyolatkan hingga menguburkan. Tapi dikampung saya orang yang bertugas untuk mengurus jenazah disebut “Syeh Mayit”.

Disini untuk pertama kalinya pengalaman teraneh yang pernah saya alami dimulai. 
Berawal dari kedatangan seoarang pemuda usianya sekitar 25 atau 27th dari kampung sebelah kerumah kakek saya (saya tinggal dirumah kakek saya karena kedua orang tua saya sibuk kerja dari mulai saya lahir umur 3bulan sampe kelas 2 SMA). Namanya saya samarkan demi kebaikan bersama, kita anggap saja namanya Mas Joko. Mas Joko datang kerumah ba’da isya, saya masih ingat karena waktu itu sedang asyik nonton TV dan kemudian nenek saya teriak – teriak nyuruh sholat.

Mas Joko datang kerumah menceritakan kalau istrinya sedang sakit, dia membawa botol mineral ukuran 1 liter, saya yang sedang asyik nonton TV diruang tengah mendengar percakapan antara kakek dan Mas Joko kurang lebih seperti ini (percakapan ini dalam bahasa jawa kasar namun saya translatekan ke bahasa Indonesia agar mudah dipahami oleh pembaca):

Mas Joko  :” istri saya sudah seminggu sakit pak!”
Kakek  :” kenapa tidak dibawa ke mantri di puskesmas, memangnya sakit apa?”
Mas Joko :” lemas, ga bisa bangun. Kata pak mantri ini sakit demam biasa, tapi obat sudah habis masih tetep aja, besok mau dibawa kerumah sakit rencananya pak. Tapi sebelumnya saya mau minta tolong. Takutnya ini ada apa – apa gitu”.
Kakek  :” apa – apa, apa?!” kakek saya memang suka bercanda.

Dikampung saya setiap kali ada orang yang sakit, selalu dikaitkan dengan hal – hal mistis. Maka tak heran orang – orang lebih memilih membawa kerabatnya yang sakit ke orang pintar dari pada ke dokter. Tak heran sih, soalnya biaya pengobatannya lebih murah dari pada harus dibawa kerumah sakit.

Kakek yang mendengar penjelasan Mas Joko lalu meminta sebotol air mineral yang telah dibawa, kemudian kakek memejamkan mata dan melafalkan doa – doa. Saya yang awalnya tidak tertarik kemudian beralih keruang tamu bersama nenek. Sementara kakek masih sibuk dengan meditasinya, saya dan nenek mencoba berbincang – bincang denga Mas Joko mulai dari menanyakan keadaan istrinya hingga akhirnya obrolan ngalor ngidul yang tak kunjung tujuannya.

Ketika sedang asik – asiknya kami berbincang kakek terperanjat kaget yang hampei saja menjatuhkan air dalam botol yang sedang dipegangnya. Sontak kami semua kaget melihat reaksi kakek yang tiba – tiba. “kenapa pak?” Mas Joko yang posisinya berada didekat kakek reflek bertanya. “engga, ini kirain kecoa dibawah”. Jawab kakek denga bercanda seperti biasa. Namun saat Mas Joo sudah keluar dari rumah kami, kakek berkata pada nenek dengan mimik muka serius “kasian istri si Joko. Semoga tidak apa – apa”. Sejak ucapan kakek hari itu saya curiga ada yang tidak beres dengan istrinya Mas Joko.

Benar saja, setelah tidak ada kabar selama sebulan, Mas Joko datang kerumah. Dia bilang istrinya tambah parah. Istrinya sekarang malah seperti orang ayan. Kalau dulu cuma lemas, sekarang dia seperti orang gila. Kadang tertawa – tawa sendiri kadang menangis. Bahkan yang lebih parah kata Mas Joko kalau sedang mengamuk, istrinya bisa marah – marah tak jelas membuat kegaduhan dengan melempar barang – barang dan teriak – teriak.

Sekedar info, Mas Joko ini orang yang cukup berada, dia adalah bakul bawang. Orang yang suka beli bawang ke petani terus dijual ke juaragan/pengepul. Oh iya nama istrinya Mas Joko saya samarkan juga yaah takutnya ada keluarganya yang membaca, kan saya jadi gak enak membeberkan rahasia rumput sebelah he he he….sebut saja nama istrinya Mba Tuti. Kata Mas Joko selama sebulan kemarin dia kerepotan, usahanya terbengkalai, maklum dia Bandar kecil jadi segala sesuatu diurusnya sendir tanpa karyawan. Uang tabungannya menipis karena harus bolak – balik ke rumah sakit. Begitu ucapannya kepada kakek.

Gejala yang aneh dimulai ketika sitri Mas Joko dirawat dirumah sakit. Kata Mas Joko waktu itu itu jam 1 malam sedang menjaga istrinya dikamar rumah sakit dia merasa lapar. Tanpa pikir panjang karena melihat istrinya sudah tertidur lelap dia keluar untuk mencari makan, karena didepan rumah sakit ramai oleh pedagang yang menjajakan dagangannya.

Pas selesai makan Mas Joko balik lagi ke kamar, Mba Tuti sudah ga ada di ranjangnya. Awalnya dia ga merasa aneh atau curiga karena mungkin sedang ke kamar mandi yang letaknya emang berada diluar kamar, maklum walaupun Mas Joko ini orang yang cukup berada tapi hanya mampu untuk menyewa kamar kelas 3 yang minim fasilitas dan isi pasiennya bisa nyampe 6 orang.

Lima belas menit berlalu Mba Tuti belum juga datang, maka Mas Joko berinisiatif buat melihat ke kamar mandi, dia mengetuk pintu sambil memanggi – manggil nama istrinya. Namun ternyata pintunya tidak terkunci, Mas Joko kaget bukan kepalang ketika melihat istrinya sedang jongkok seperti anjing mejilati air WC, dia muntah sejadi – jadinya melihat kelakuan istrinya yang diluar nalar itu. Wajah Mba Tuti pucat, mata melotot sempurna, lidahnya melet – melet persis seprti anjing. Begitu ucap Mas Joko kepada kakek sore itu.

Mendengar cerita Mas Joko tentang istrinya membuat bulu kuduk saya merinding dan juga merasa mual. Apalagi nenek saya yang tak kuat dan langsung pergi ke kamar mandi. Sejak melihat kejadian itu Mas Joko merasa yakin bahwa istrinya bukan sakit biasa, bukan sakit secara lahiriah. Maka dibawa pulanglah Mba Tuti kerumah.

Saya yang sebagai generasi modern tidak kepikiran waktu itu bahwa Mba Tuti diguna – guna, keimanan saya pada hal – hal mistis sedikit demi sedikit telah luntur. Lagian guna – guna atau santet setahu saya yang sering lihat di TV biasanya cuma sakit perut, muntah darah atau muntah paku. Hingga akhirnya kakek berkata bahwa istri Mas Joko ini ada yang ganggu. “saya juga udah yakin pak, tapi siap orangnya kok sampe tega. Perasaan saya tak pernah bertengkar sama orang atau menyakiti hati orang”. Ujar Mas Joko kepada kakek dengan raut muka penuh tanda Tanya. “saya tidak tahu.” Kakek tak menjawab rasa penasaran Mas Joko.

Saya tidak tahu apakah kakek benar – benar tidak tahu atau hanya menjaga situasi agar tetap kondusif. Maklum masalah ghaib – perghaiban itukan susah untuk dibuktikan secara kasat mata, walaupun kita sudah tau siapa pelakunya tapi tanpa bukti yang jelas takutnya dibilang fitnah. Mungkin kakek menjaga agar Mas Joko tidak bertindak sembrono.
“ saya harus gimana? Mohon bantuannya lah pak!!”  “ saya juga ga terlalu paham Jok, masalah beginian. Biasanya bapak cuma ngusir orang yang ditempelin jurig jarian saja (jurig jariang itu istilah setan kelas bawah yang biasanya berdiam ditempat – tempat seram seperti pohon beringin dsb) tapi insyaallah bapak coba bantu sebisa mungkin”. 
Mendengar permintaan Mas Joko, kakek tampak kebingungan.

Tidak seperti biasanya kali ini kakek tak memberikan air yang sudah di doakan, mungkin beda perkara. Kakek hanya menyuruh Mas Joko pulang dan memberikan semacam hafalan atau doa khusus yang telah ditulis kakek dalam kertas, katanya untuk di amalkan sehabis sholat isya.

Sebelum pamitan Mas Joko  meminta nomor handphone kakek, jaga – jaga untuk keadaan darurat katanya. Walaupun desa saya terpencil dan listriknya masih belum stabil karena sering mati lampu, tapi semua penduduknya udah punya handhphone walaupun masih tipe – tipe nokia jadul he he …

Setelah kedatangan Mas Joko untuk yang kedua kalinya kakek sering wirid. Saya biasanya kebangun karena mendengar suara cipratan air ketika kakek berwudhu dikamar mandi. Setelah dua hari, tepat jam 8 malam Mas Joko nelpon. Kami yang sedang asik berkumpul diruang tengah, nenek, saya dan kedua keponakan saya jadi ikut gelisah melihat kakek mondar – mandir sambil menelpon.  “kenapa pak?” Tanya nenek. “ini si Joko, katanya istrinya kumat lagi. Teng ayo anter kakek kerumah si Joko.” Setelah menutup telponnya mengajaku untuk mengantarnya. Teng itu kependekan dari Kateng, sebuah panggilan sayang terhadap anak, cucu ataupun adiknya. Dengan terpaksa mata saya yang sudah mengantuk sebenernya, mengantar kakek karena tidak mau disebut cucu durhaka.




Posting Komentar