Saya
tinggal di daerah Kabupaten Brebes, nama kampungnya saya samarkan saja ya..demi
kebaikan bersama. Sedangkan sekarang saya berada di Bekasi untuk menimba ilmu
(kuliah ) dan kerja. Pengalaman yang saya lihat tentang kasus ini sebenarnya
udah lama banget sekitar kelas 9 SMP. Kakek saya adalah seorang petani dan
pedagang sekaligus berprofesi sampingannya yaitu membantu orang, saya tak tahu
harus mendefinisikan apa untuk bagian membantu orang ini. Jadi begini didesa
saya ini kebudayaan Hindu masih kental, sekalipun agama mayoritas didesa kami
Islam tetapi tradisi Hindu lama tak bisa dilepaskan, seperti membakar kemenyan
saat ziarah ke pemakaman atau melakukan upacara – upacara adat di kampung seperti
ruatan bumi dan sebagainya, saya tak tahu apa ini tradisi Hindu atau hanya adat
istiadat setempat yang pasti kebiasaan itu masih bertahan samapai sekarang.
Kakek
saya belum terlalu tua waktu itu, umurnya baru 48th, bisa dibilang
masih muda, kakek saya adalah orang yang selalu dimintai untuk mendoakan kemenyan
saat mau ziarah ke makam atau mendoakan air untuk orang yang sakit. Mungkin bisa
dibilang orang pintar atau dukun, tapi saya menolak dibilang dukun karena kakek
saya tidak membuka praktek, beliau hanya mencoba membantu orang – orang sekitar
dengan ilmu kebatinan dan tidak memungut bayaran, sekalipun ada saja orang yang
berterima kasih dengan imbalan uang dengan nominal paling besar 20 ribu rupiah,
saya tahu karena saya sering melihatnya kalau sedang dirumah. Tidak melakukan
ritual yang aneh – aneh, bila ada orang sakit biasanya kakek saya hanya
memberikan air putih dalam botol yang sudah dilafalkan doa – doa.
Kakek
saya belajar doa – doa dan semua ilmu kebatinannya dari Mbah Buyut (bapaknya
kakek saya), dulu sewaktu Mbah Buyut saya masih hidup dia adalah sesepuh kampung
sekaligus seorang “Syeh Mayit”. Saya tak tahu apa sebutan nasionalnya atau nama
di daerah lain julukan untuk seseorang yang berprofesi untuk mengurusi jenazah
mulai dari memandikan, menyolatkan hingga menguburkan. Tapi dikampung saya
orang yang bertugas untuk mengurus jenazah disebut “Syeh Mayit”.
Disini
untuk pertama kalinya pengalaman teraneh yang pernah saya alami dimulai.
Berawal
dari kedatangan seoarang pemuda usianya sekitar 25 atau 27th dari kampung
sebelah kerumah kakek saya (saya tinggal dirumah kakek saya karena kedua orang
tua saya sibuk kerja dari mulai saya lahir umur 3bulan sampe kelas 2 SMA).
Namanya saya samarkan demi kebaikan bersama, kita anggap saja namanya Mas Joko.
Mas Joko datang kerumah ba’da isya, saya masih ingat karena waktu itu sedang
asyik nonton TV dan kemudian nenek saya teriak – teriak nyuruh sholat.
Mas Joko
datang kerumah menceritakan kalau istrinya sedang sakit, dia membawa botol
mineral ukuran 1 liter, saya yang sedang asyik nonton TV diruang tengah mendengar
percakapan antara kakek dan Mas Joko kurang lebih seperti ini (percakapan ini
dalam bahasa jawa kasar namun saya translatekan ke bahasa Indonesia agar mudah
dipahami oleh pembaca):
Mas
Joko :” istri saya sudah seminggu sakit
pak!”
Kakek
:” kenapa tidak dibawa ke mantri di
puskesmas, memangnya sakit apa?”
Mas Joko
:” lemas, ga bisa bangun. Kata pak mantri ini sakit demam biasa, tapi obat
sudah habis masih tetep aja, besok mau dibawa kerumah sakit rencananya pak. Tapi
sebelumnya saya mau minta tolong. Takutnya ini ada apa – apa gitu”.
Kakek
:” apa – apa, apa?!” kakek saya memang
suka bercanda.
Dikampung
saya setiap kali ada orang yang sakit, selalu dikaitkan dengan hal – hal mistis.
Maka tak heran orang – orang lebih memilih membawa kerabatnya yang sakit ke
orang pintar dari pada ke dokter. Tak heran sih, soalnya biaya pengobatannya
lebih murah dari pada harus dibawa kerumah sakit.
Kakek
yang mendengar penjelasan Mas Joko lalu meminta sebotol air mineral yang telah
dibawa, kemudian kakek memejamkan mata dan melafalkan doa – doa. Saya yang awalnya
tidak tertarik kemudian beralih keruang tamu bersama nenek. Sementara kakek
masih sibuk dengan meditasinya, saya dan nenek mencoba berbincang – bincang denga
Mas Joko mulai dari menanyakan keadaan istrinya hingga akhirnya obrolan ngalor
ngidul yang tak kunjung tujuannya.
Ketika
sedang asik – asiknya kami berbincang kakek terperanjat kaget yang hampei saja
menjatuhkan air dalam botol yang sedang dipegangnya. Sontak kami semua kaget
melihat reaksi kakek yang tiba – tiba. “kenapa pak?” Mas Joko yang posisinya
berada didekat kakek reflek bertanya. “engga, ini kirain kecoa dibawah”. Jawab kakek
denga bercanda seperti biasa. Namun saat Mas Joo sudah keluar dari rumah kami,
kakek berkata pada nenek dengan mimik muka serius “kasian istri si Joko. Semoga
tidak apa – apa”. Sejak ucapan kakek hari itu saya curiga ada yang tidak beres
dengan istrinya Mas Joko.
Benar
saja, setelah tidak ada kabar selama sebulan, Mas Joko datang kerumah. Dia bilang
istrinya tambah parah. Istrinya sekarang malah seperti orang ayan. Kalau dulu cuma
lemas, sekarang dia seperti orang gila. Kadang tertawa – tawa sendiri kadang
menangis. Bahkan yang lebih parah kata Mas Joko kalau sedang mengamuk, istrinya
bisa marah – marah tak jelas membuat kegaduhan dengan melempar barang – barang dan
teriak – teriak.
Sekedar
info, Mas Joko ini orang yang cukup berada, dia adalah bakul bawang. Orang yang
suka beli bawang ke petani terus dijual ke juaragan/pengepul. Oh iya nama
istrinya Mas Joko saya samarkan juga yaah takutnya ada keluarganya yang
membaca, kan saya jadi gak enak membeberkan rahasia rumput sebelah he he he….sebut
saja nama istrinya Mba Tuti. Kata Mas Joko selama sebulan kemarin dia
kerepotan, usahanya terbengkalai, maklum dia Bandar kecil jadi segala sesuatu
diurusnya sendir tanpa karyawan. Uang tabungannya menipis karena harus bolak –
balik ke rumah sakit. Begitu ucapannya kepada kakek.
Gejala
yang aneh dimulai ketika sitri Mas Joko dirawat dirumah sakit. Kata Mas Joko
waktu itu itu jam 1 malam sedang menjaga istrinya dikamar rumah sakit dia
merasa lapar. Tanpa pikir panjang karena melihat istrinya sudah tertidur lelap
dia keluar untuk mencari makan, karena didepan rumah sakit ramai oleh pedagang
yang menjajakan dagangannya.
Pas selesai
makan Mas Joko balik lagi ke kamar, Mba Tuti sudah ga ada di ranjangnya. Awalnya
dia ga merasa aneh atau curiga karena mungkin sedang ke kamar mandi yang
letaknya emang berada diluar kamar, maklum walaupun Mas Joko ini orang yang
cukup berada tapi hanya mampu untuk menyewa kamar kelas 3 yang minim fasilitas
dan isi pasiennya bisa nyampe 6 orang.
Lima belas
menit berlalu Mba Tuti belum juga datang, maka Mas Joko berinisiatif buat
melihat ke kamar mandi, dia mengetuk pintu sambil memanggi – manggil nama
istrinya. Namun ternyata pintunya tidak terkunci, Mas Joko kaget bukan kepalang
ketika melihat istrinya sedang jongkok seperti anjing mejilati air WC, dia
muntah sejadi – jadinya melihat kelakuan istrinya yang diluar nalar itu. Wajah Mba
Tuti pucat, mata melotot sempurna, lidahnya melet – melet persis seprti anjing.
Begitu ucap Mas Joko kepada kakek sore itu.
Mendengar
cerita Mas Joko tentang istrinya membuat bulu kuduk saya merinding dan juga merasa
mual. Apalagi nenek saya yang tak kuat dan langsung pergi ke kamar mandi. Sejak
melihat kejadian itu Mas Joko merasa yakin bahwa istrinya bukan sakit biasa,
bukan sakit secara lahiriah. Maka dibawa pulanglah Mba Tuti kerumah.
Saya yang
sebagai generasi modern tidak kepikiran waktu itu bahwa Mba Tuti diguna – guna,
keimanan saya pada hal – hal mistis sedikit demi sedikit telah luntur. Lagian guna
– guna atau santet setahu saya yang sering lihat di TV biasanya cuma sakit
perut, muntah darah atau muntah paku. Hingga akhirnya kakek berkata bahwa istri
Mas Joko ini ada yang ganggu. “saya juga udah yakin pak, tapi siap orangnya kok
sampe tega. Perasaan saya tak pernah bertengkar sama orang atau menyakiti hati
orang”. Ujar Mas Joko kepada kakek dengan raut muka penuh tanda Tanya. “saya
tidak tahu.” Kakek tak menjawab rasa penasaran Mas Joko.
Saya tidak
tahu apakah kakek benar – benar tidak tahu atau hanya menjaga situasi agar
tetap kondusif. Maklum masalah ghaib – perghaiban itukan susah untuk dibuktikan
secara kasat mata, walaupun kita sudah tau siapa pelakunya tapi tanpa bukti
yang jelas takutnya dibilang fitnah. Mungkin kakek menjaga agar Mas Joko tidak
bertindak sembrono.
“
saya harus gimana? Mohon bantuannya lah pak!!” “ saya juga ga terlalu paham Jok, masalah
beginian. Biasanya bapak cuma ngusir orang yang ditempelin jurig jarian saja
(jurig jariang itu istilah setan kelas bawah yang biasanya berdiam ditempat –
tempat seram seperti pohon beringin dsb) tapi insyaallah bapak coba bantu
sebisa mungkin”.
Mendengar permintaan Mas Joko, kakek tampak kebingungan.
Tidak seperti biasanya kali ini kakek tak memberikan air yang sudah di doakan, mungkin
beda perkara. Kakek hanya menyuruh Mas Joko pulang dan memberikan semacam
hafalan atau doa khusus yang telah ditulis kakek dalam kertas, katanya untuk di
amalkan sehabis sholat isya.
Sebelum
pamitan Mas Joko meminta nomor handphone
kakek, jaga – jaga untuk keadaan darurat katanya. Walaupun desa saya terpencil
dan listriknya masih belum stabil karena sering mati lampu, tapi semua
penduduknya udah punya handhphone walaupun masih tipe – tipe nokia jadul he he …
Setelah
kedatangan Mas Joko untuk yang kedua kalinya kakek sering wirid. Saya biasanya
kebangun karena mendengar suara cipratan air ketika kakek berwudhu dikamar
mandi. Setelah dua hari, tepat jam 8 malam Mas Joko nelpon. Kami yang sedang
asik berkumpul diruang tengah, nenek, saya dan kedua keponakan saya jadi ikut
gelisah melihat kakek mondar – mandir sambil menelpon. “kenapa pak?” Tanya nenek. “ini si Joko,
katanya istrinya kumat lagi. Teng ayo anter kakek kerumah si Joko.” Setelah menutup
telponnya mengajaku untuk mengantarnya. Teng itu kependekan dari Kateng, sebuah
panggilan sayang terhadap anak, cucu ataupun adiknya. Dengan terpaksa mata saya
yang sudah mengantuk sebenernya, mengantar kakek karena tidak mau disebut cucu
durhaka.
Posting Komentar