SANTET (Witchcraft) - Chapter 6



Malam semakin larut, saya dan keluarga Mas Joko semakin penasaran dengan kisah kakek waktu muda, ditemani segelas kopi dan singkong rebus sebagai cemilan, kakek melanjutkan kisahnya. Saya tahu maksud kakek menceritakan kisahnya waktu masih mudanya dulu, mngkin untuk member pelajaran kepada Mas Joko, atau mungkin hanya untuk menenangkannya agar Mas Joko tidak menaruh rasa dendam kepada pelaku santet istrinya. Kakek bukan tipe ditaktor, dia tidak pernah menggurui orang, termasuk saat member tahu saya tentang pelajaran hidup. Dia lebih suka menceritakan sebuah kisah dan membiarkan yang mendengar mencernanya sendiri. Karena menurut kakek sejarah hidup seseorang akan selalu terulang entah pada diri sendiri , lingkungan atau bagi anak cucunya dimasa mendatang, maka dari itu kenapa ada istilah “pengalaman adalah guru yang terbaik” begitu menurut kakek.

“lalu apa yang terjadi pada istri Mas Solihin selanjutnya pak?!” saya semakin penasaran.

Pak lurah memerintahan warga untuk melakukan pencarian. Sebagian warga yang tidak setuju dengan pak lurah mengajukan usulan kenapa tidak besok pagisaja mengingat ini sudah hampir larut lamam. Akhirnya warga terbelah dua, ada yang pulang karena besok harus bekerja diladang, ada yang peduli dan mau ikut untuk mencari Mba Eka. Pak lurah tidak bisa berkata apa – apa dia juga harus menghormati pendapat warganya, tapi setidaknya masih ada warga yang mau ikut mambantu Mas Solihin.

Kakek dan mbah buyut saya termasuk kedalam warga yang ingin ikut mencari Mba Eka. Kata kakek warga yang waktu itu ikut bersama pak lurah untuk menusul Mba Eka berjumlah sekitar 21 orang.

Setelah rapat, pak lurah memutuskan untuk melakukan pencarian disekitaran sungai. Warga yang sudah siap dengan peralatan dapurnya berkumpul dibalai desa. Konon katanya kalau ada orang hilang malam – malam hari, saat mencari warga biasanya sambil memukul – mukul alat dapur tersebut, bisa panic atau wajan. Bunyi itu dipercaya bisa untuk mengusir makhluk jejadian, biasanya sih praktek ini dilakukan untuk mencari anak yang hilang karena dibawa wewe gombel. Tapi karena kita tidak tahu apa yang terjadi pada Mba Eka maka tidak ada salahnya dengan mencoba cara yang sama.
Sebelum berangkat pak lurah memimpin doa. Kemudian pencarian dimulai, sebagian warga bertugas untuk memegang senter dan menjadi penunjuk jalan, sebagian lagi memukul – mukul alat dapur sambil memanggil – manggil nama Mba Eka.

“dimana terakhir kali istrimu terlihat solihin?” Tanya salah satu warga.
“disitu, diatas batu itu, sebelum akhirnya dia pergi meloncat – loncat menuju ke hulu.” Jawab Mas Solihin.

Keadaan sungai benar – benar gelap gulita. Salah satu warga yang berani, mencoba turun kesungai sambil membawa senter. Dia menyorotkan senter kearah hulu, namun nihil katanya tak melihat apapun selain gundukan batu. Salah satu warga ini berinisiatif untuk mencarinya dengan menulusuri sungai berjalan diatas batu menuju hulu, tapi pak lurah menghentikannya, terlalu bahaya, takut tergelincir dan terbawa arus. Bukannya menyelesaikan masalah keadaan malah tambah darurat saja katanya.

“jangan – jangan istrimu sudah hanyut.” Celetuk salah satu warga.
“huss, jangan begitu!!.” Bentak pak lurah.
“apa kta harus ke air terjun pak lurah?” saya ga mau kalau begitu.” Semua warga berhenti tiba – tiba dan mereka saling menatap satu sama lain ketingga mendengar ucapan rekannya.

Air terjun didesa kami cukup tinggi, airnya juga cukup deras, apalagi tadi sore habis hujan. Disekitar air terjun banyak phon beringin berdiri. Kabar angin yang berselentingan tentang betapa angkernya tempat itu telah menciutkan nyali beberapa warga mala mini, termasuk pak lurah mungkin karena dia tidak berkomentar sama sekali.

“mas Toha aja duluan, mask an sudah biasa ngurusin mayat jadi pasti berani.” Kata salah satu warga kepada mbah buyut saya.

Toha Cuma nama samara, namun mbah buyut saya yang sebenarnya saya rahasiakan. Waktu itu mbah buyut saya masih jadi muridnya dari syeh mayit yang lama dan belum diangkat. Mbah buyut masih muda jadi belum terlalu bijak dalam mengambil keputusan menurut kakek, hingga akhirnya dia menyerahkan semua keputusan kepada pak lurah saja.

Perdebatan berjalan a lot, hingga akhirnya warga terbelah kembali menjadi dua kelompok. Kelompok yang ingin pulang karena tidak berani menuju air terjun malam – malam, dan kelompok yang sebenernya tidak berani namun tak tega dengan Mas Solihin, termasuk pak lurah dan mbah buyut saya didalamnya. Sedangkan kakek saya pulang bersama warga lainnya.

“jadi kakek tak tahu apa yang terjadi malam itu di air terjun karena pulang?” saya semakin antusias dengan cerita kakek, sepertinya yan lain juga. Karena Mas Joko beserta istrinya tampak mendengarkan dengan serius.

Tidak begitu lama kacang rebus yang masih mengepulkan asap datang, disajikan mertua Mas Joko sebagai teman dalam mendengarkan cerita kakek. Setelah menyeruputkan kopi beberapa kali kakek melanjutkan ceritanya.

Menurut cerita mbah buyut kepada kakek, malam itu yang pergi ke air terjun berjumlah delapan orang. Ketika sampai di air terjun, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Karena suara teriakan teredam oleh gemuruhnya air terjun. Lampu senter yang dibawa disorotkan kekiri dan kekanan, sebagian lagi menyingkab semak – semak untuk mencari keberadaan Mba Eka.

Menurut mbah kakek, beberapa kali dia mendengar suara tangis wanita. Tapi dia merasa tak yakin, karena sekitarnya berisik oleh suara air, dan juga rekan – rekan yang lain tampak anteng seperti tidak mendengar apa – apa. Entah kebetulan aatau disengaja, ketika mbah buyut saya menyorotkan lampu senternya kearaha sungai sperti ada tangan yang melambai – lambai, mungkinkah itu Mba Eka yang tenggelam.

“astaghfirullah itu….disungai….itu…itu” teriak mbah buyut saya panic.
Sontak semua warga termasuk pak lurah menyorotkan lampu senternya kearah sungai yang ditunjuk – tunjuk oleh mbah buyut saya. Namun ternyata nihil tidak ada apapun disana.

“ada apa mas toha?”
“tadi saya melihat tangan muncul dari sungai dan melambai – lambai, mungkin itu si Eka.” Jawab mbah buyut saya.

Semua orang saling bertatapan dengan kebingungan. Bagaimana bisa orang melambaikan tangan disarus sungai yang begitu deras, seaindainya pun tenggelam pastu sudah terbawa arus. Tapi untuk memastikan semua senter mengarah kearah sungai mencari – cari dimana keberadaan tangan yang dimaksud mbah buyut saya. Hingga akhirnya mbah buyut saya mendengar suara tangisan itu ditenlinganya.

“pak lurah denger sesuatu ga?” Tanya mbah buyut saya.
“suara air maksud mas toha? Saya ga denger apapun selain gemuruh air.”

Dari situlah mbah buyut tersadar, mungkin kabar selentingan tentang angkernya air terjun dimalam hari benar adanya. Untuk menjaga situasi tetap kondusif, mbah buyut saya membisikkan apa yang dialaminya kepada pak lurah, tentang suara wanita yang menangis dan terus berdengung ditelinganya. Pak lurah yang mendengar bisikan, tiba – tiba wajahnya menjadi pucat, bahkan beberapa kali dia menelan ludah.

“semuanya pencarian kita hentikan dulu, mengingat sudah lama kita disini dan belum ada hasil, besok kita lanjutkan lagi pagi – pagi”. Teriak pak lurah kepada warganya yang masih sibuk menyorotkan senter kesegala arah.

Pencarian Mba Eka malam itu berakhir, begitu menurut kakek. Hingga akhirnya Mba Eka ditemukkan dua hari kemudian diatas pohon beringin persis disamping air terjun oleh anak kecil yang mau berenang disana, penemuan kembali Mba Eka itu sempat menggemparkan kampung.

Semenjak ditemukan hari itu keadaan Mba Eka tak pernah normal lagi, keadaannya persis seperti Mba Tuti menurut kakek. Bahkan lebih parah, saat sedang kumat Mba Eka lebih gila lagi, dia suka berkeliaran seperti orang kebingungan. Tempat favoritnya kalau menghilang menurut kakek kalau tidak disungai ya dihutan belakang kampung.
Mba Tuti masih beruntung bisa disembuhkan, berbeda dengan Mba Eka yang akhirnya menjadi gila, bahkan keluarganya yang cape karena terus menghilang memasungnya dibelakang rumah. Hingga akhir hayatnya Mba Eka tak pernah sembuh lagi.

“terus gimana dengan mas solihin pak?” Tanya saya karena penasaran.
“dia sempat masuk penjara, tapi belum ada kabar lagi tentangnya. Menurut kabar sih dulu setelah keluar dari penjara dia pergi keluar pulau jawa. Entah ke sumatera, Kalimantan atau entah kemana tak ada yang tahu.” Jawab kakek.
“lah kok bisa dipenjara?!” akhirnya Mba Tuti tertarik juga dan ikut bertanya.

Menurut kakek ketika Mba Eka sakit, mas solihin sibuk mencari paranormal untuk menyembuhkan istrinya. Hingga ia mendapatkan orang kepercayaan yang diyakini bisaa menyembuhkan istrinya, mungkin karena mas solihin masih muda dan egonya terlalu tinggi, selain meyembuhkan Mba Eka, ia malah menyuruh orang kepercayaannya untuk menyantet balik si pelaku.

Hampir satu minggu kampung geger oleh suara dentuman seperti ledakan ditengah malam menurut beberapa warga yang mendengar. Bahkan warga yang ikut meronda, tak sengaja melihat bola api terbang. Kabar itu sulit untuk diungkap karena hanya beberapa warga saja yang melihatnya. Tapi menurut mba buyutnya saya yang mempunyai sedikit ilmu kebatinan suara itu terjadi karena ada perang ilmu yang tak kasat mata.

Menurut kakek dia tidak tahu apa yang terjadi, apa mungkin si orang kepercayaan mas solihin ini kalah atau bagaimana. Yang pasti seminggu kemudian mas solihin ngamuk – ngamuk sambil membawa golok kerumah salah satu warga dikampung kakek, yang tak lain adalah seorang paranormal juga. Dia hendak membunuh pria ini, untung beberapa warga menghalangi. Walaupun begitu, paranormal muda yang tak lain adalah masih kerabat pak lurah ini tak bisa luput dari bacokan golok mas solihin. Tapi untungnya kerabat pak lurah ini berhasil diselamatkan.

Mas solihin yakin bahwa pria muda ini adalah pelaku penyantetan istrinya, namun karena ha – hal ghaib sulit untuk dibuktikan dipersidangkan, eh malah mas solihin yang masuk penjara dengan tuduhan percobaan pembunuhan. Begitu mendengar akhir kisah kakek, kami semua diam. Untunglah hal mengerikan itu kini tinggal kenangan. Waktu menunjukkan jam 11 malam, tiba – tiba saya teringat ucapan kakek bahwa sejarah hidup akan selalu terulang entah menimpa siapapun diluar sana. Hingga saya menatap Mas Joko dengan penuh tanda Tanya…




Bersambung Chapter 7 

Posting Komentar