Malam
semakin larut, saya dan keluarga Mas Joko semakin penasaran dengan kisah kakek
waktu muda, ditemani segelas kopi dan singkong rebus sebagai cemilan, kakek
melanjutkan kisahnya. Saya tahu maksud kakek menceritakan kisahnya waktu masih
mudanya dulu, mngkin untuk member pelajaran kepada Mas Joko, atau mungkin hanya
untuk menenangkannya agar Mas Joko tidak menaruh rasa dendam kepada pelaku
santet istrinya. Kakek bukan tipe ditaktor, dia tidak pernah menggurui orang,
termasuk saat member tahu saya tentang pelajaran hidup. Dia lebih suka
menceritakan sebuah kisah dan membiarkan yang mendengar mencernanya sendiri.
Karena menurut kakek sejarah hidup seseorang akan selalu terulang entah pada
diri sendiri , lingkungan atau bagi anak cucunya dimasa mendatang, maka dari
itu kenapa ada istilah “pengalaman adalah guru yang terbaik” begitu menurut
kakek.
“lalu
apa yang terjadi pada istri Mas Solihin selanjutnya pak?!” saya semakin
penasaran.
Pak
lurah memerintahan warga untuk melakukan pencarian. Sebagian warga yang tidak
setuju dengan pak lurah mengajukan usulan kenapa tidak besok pagisaja mengingat
ini sudah hampir larut lamam. Akhirnya warga terbelah dua, ada yang pulang
karena besok harus bekerja diladang, ada yang peduli dan mau ikut untuk mencari
Mba Eka. Pak lurah tidak bisa berkata apa – apa dia juga harus menghormati
pendapat warganya, tapi setidaknya masih ada warga yang mau ikut mambantu Mas
Solihin.
Kakek
dan mbah buyut saya termasuk kedalam warga yang ingin ikut mencari Mba Eka.
Kata kakek warga yang waktu itu ikut bersama pak lurah untuk menusul Mba Eka
berjumlah sekitar 21 orang.
Setelah
rapat, pak lurah memutuskan untuk melakukan pencarian disekitaran sungai. Warga
yang sudah siap dengan peralatan dapurnya berkumpul dibalai desa. Konon katanya
kalau ada orang hilang malam – malam hari, saat mencari warga biasanya sambil
memukul – mukul alat dapur tersebut, bisa panic atau wajan. Bunyi itu dipercaya
bisa untuk mengusir makhluk jejadian, biasanya sih praktek ini dilakukan untuk
mencari anak yang hilang karena dibawa wewe gombel. Tapi karena kita tidak tahu
apa yang terjadi pada Mba Eka maka tidak ada salahnya dengan mencoba cara yang
sama.
Sebelum
berangkat pak lurah memimpin doa. Kemudian pencarian dimulai, sebagian warga
bertugas untuk memegang senter dan menjadi penunjuk jalan, sebagian lagi
memukul – mukul alat dapur sambil memanggil – manggil nama Mba Eka.
“dimana
terakhir kali istrimu terlihat solihin?” Tanya salah satu warga.
“disitu,
diatas batu itu, sebelum akhirnya dia pergi meloncat – loncat menuju ke hulu.”
Jawab Mas Solihin.
Keadaan
sungai benar – benar gelap gulita. Salah satu warga yang berani, mencoba turun
kesungai sambil membawa senter. Dia menyorotkan senter kearah hulu, namun nihil
katanya tak melihat apapun selain gundukan batu. Salah satu warga ini
berinisiatif untuk mencarinya dengan menulusuri sungai berjalan diatas batu
menuju hulu, tapi pak lurah menghentikannya, terlalu bahaya, takut tergelincir
dan terbawa arus. Bukannya menyelesaikan masalah keadaan malah tambah darurat
saja katanya.
“jangan
– jangan istrimu sudah hanyut.” Celetuk salah satu warga.
“huss,
jangan begitu!!.” Bentak pak lurah.
“apa
kta harus ke air terjun pak lurah?” saya ga mau kalau begitu.” Semua warga
berhenti tiba – tiba dan mereka saling menatap satu sama lain ketingga
mendengar ucapan rekannya.
Air
terjun didesa kami cukup tinggi, airnya juga cukup deras, apalagi tadi sore
habis hujan. Disekitar air terjun banyak phon beringin berdiri. Kabar angin
yang berselentingan tentang betapa angkernya tempat itu telah menciutkan nyali
beberapa warga mala mini, termasuk pak lurah mungkin karena dia tidak
berkomentar sama sekali.
“mas
Toha aja duluan, mask an sudah biasa ngurusin mayat jadi pasti berani.” Kata
salah satu warga kepada mbah buyut saya.
Toha
Cuma nama samara, namun mbah buyut saya yang sebenarnya saya rahasiakan. Waktu
itu mbah buyut saya masih jadi muridnya dari syeh mayit yang lama dan belum
diangkat. Mbah buyut masih muda jadi belum terlalu bijak dalam mengambil
keputusan menurut kakek, hingga akhirnya dia menyerahkan semua keputusan kepada
pak lurah saja.
Perdebatan
berjalan a lot, hingga akhirnya warga terbelah kembali menjadi dua kelompok.
Kelompok yang ingin pulang karena tidak berani menuju air terjun malam – malam,
dan kelompok yang sebenernya tidak berani namun tak tega dengan Mas Solihin,
termasuk pak lurah dan mbah buyut saya didalamnya. Sedangkan kakek saya pulang
bersama warga lainnya.
“jadi
kakek tak tahu apa yang terjadi malam itu di air terjun karena pulang?” saya
semakin antusias dengan cerita kakek, sepertinya yan lain juga. Karena Mas Joko
beserta istrinya tampak mendengarkan dengan serius.
Tidak
begitu lama kacang rebus yang masih mengepulkan asap datang, disajikan mertua
Mas Joko sebagai teman dalam mendengarkan cerita kakek. Setelah menyeruputkan
kopi beberapa kali kakek melanjutkan ceritanya.
Menurut
cerita mbah buyut kepada kakek, malam itu yang pergi ke air terjun berjumlah
delapan orang. Ketika sampai di air terjun, mereka tidak tahu apa yang harus
dilakukan. Karena suara teriakan teredam oleh gemuruhnya air terjun. Lampu
senter yang dibawa disorotkan kekiri dan kekanan, sebagian lagi menyingkab
semak – semak untuk mencari keberadaan Mba Eka.
Menurut
mbah kakek, beberapa kali dia mendengar suara tangis wanita. Tapi dia merasa
tak yakin, karena sekitarnya berisik oleh suara air, dan juga rekan – rekan
yang lain tampak anteng seperti tidak mendengar apa – apa. Entah kebetulan
aatau disengaja, ketika mbah buyut saya menyorotkan lampu senternya kearaha
sungai sperti ada tangan yang melambai – lambai, mungkinkah itu Mba Eka yang
tenggelam.
“astaghfirullah
itu….disungai….itu…itu” teriak mbah buyut saya panic.
Sontak
semua warga termasuk pak lurah menyorotkan lampu senternya kearah sungai yang
ditunjuk – tunjuk oleh mbah buyut saya. Namun ternyata nihil tidak ada apapun
disana.
“ada
apa mas toha?”
“tadi
saya melihat tangan muncul dari sungai dan melambai – lambai, mungkin itu si
Eka.” Jawab mbah buyut saya.
Semua
orang saling bertatapan dengan kebingungan. Bagaimana bisa orang melambaikan
tangan disarus sungai yang begitu deras, seaindainya pun tenggelam pastu sudah
terbawa arus. Tapi untuk memastikan semua senter mengarah kearah sungai mencari
– cari dimana keberadaan tangan yang dimaksud mbah buyut saya. Hingga akhirnya
mbah buyut saya mendengar suara tangisan itu ditenlinganya.
“pak
lurah denger sesuatu ga?” Tanya mbah buyut saya.
“suara
air maksud mas toha? Saya ga denger apapun selain gemuruh air.”
Dari
situlah mbah buyut tersadar, mungkin kabar selentingan tentang angkernya air
terjun dimalam hari benar adanya. Untuk menjaga situasi tetap kondusif, mbah
buyut saya membisikkan apa yang dialaminya kepada pak lurah, tentang suara
wanita yang menangis dan terus berdengung ditelinganya. Pak lurah yang
mendengar bisikan, tiba – tiba wajahnya menjadi pucat, bahkan beberapa kali dia
menelan ludah.
“semuanya
pencarian kita hentikan dulu, mengingat sudah lama kita disini dan belum ada
hasil, besok kita lanjutkan lagi pagi – pagi”. Teriak pak lurah kepada warganya
yang masih sibuk menyorotkan senter kesegala arah.
Pencarian
Mba Eka malam itu berakhir, begitu menurut kakek. Hingga akhirnya Mba Eka
ditemukkan dua hari kemudian diatas pohon beringin persis disamping air terjun
oleh anak kecil yang mau berenang disana, penemuan kembali Mba Eka itu sempat
menggemparkan kampung.
Semenjak
ditemukan hari itu keadaan Mba Eka tak pernah normal lagi, keadaannya persis
seperti Mba Tuti menurut kakek. Bahkan lebih parah, saat sedang kumat Mba Eka
lebih gila lagi, dia suka berkeliaran seperti orang kebingungan. Tempat
favoritnya kalau menghilang menurut kakek kalau tidak disungai ya dihutan
belakang kampung.
Mba
Tuti masih beruntung bisa disembuhkan, berbeda dengan Mba Eka yang akhirnya
menjadi gila, bahkan keluarganya yang cape karena terus menghilang memasungnya
dibelakang rumah. Hingga akhir hayatnya Mba Eka tak pernah sembuh lagi.
“terus
gimana dengan mas solihin pak?” Tanya saya karena penasaran.
“dia
sempat masuk penjara, tapi belum ada kabar lagi tentangnya. Menurut kabar sih
dulu setelah keluar dari penjara dia pergi keluar pulau jawa. Entah ke
sumatera, Kalimantan atau entah kemana tak ada yang tahu.” Jawab kakek.
“lah
kok bisa dipenjara?!” akhirnya Mba Tuti tertarik juga dan ikut bertanya.
Menurut
kakek ketika Mba Eka sakit, mas solihin sibuk mencari paranormal untuk
menyembuhkan istrinya. Hingga ia mendapatkan orang kepercayaan yang diyakini
bisaa menyembuhkan istrinya, mungkin karena mas solihin masih muda dan egonya
terlalu tinggi, selain meyembuhkan Mba Eka, ia malah menyuruh orang
kepercayaannya untuk menyantet balik si pelaku.
Hampir
satu minggu kampung geger oleh suara dentuman seperti ledakan ditengah malam
menurut beberapa warga yang mendengar. Bahkan warga yang ikut meronda, tak
sengaja melihat bola api terbang. Kabar itu sulit untuk diungkap karena hanya
beberapa warga saja yang melihatnya. Tapi menurut mba buyutnya saya yang
mempunyai sedikit ilmu kebatinan suara itu terjadi karena ada perang ilmu yang
tak kasat mata.
Menurut
kakek dia tidak tahu apa yang terjadi, apa mungkin si orang kepercayaan mas
solihin ini kalah atau bagaimana. Yang pasti seminggu kemudian mas solihin
ngamuk – ngamuk sambil membawa golok kerumah salah satu warga dikampung kakek,
yang tak lain adalah seorang paranormal juga. Dia hendak membunuh pria ini,
untung beberapa warga menghalangi. Walaupun begitu, paranormal muda yang tak
lain adalah masih kerabat pak lurah ini tak bisa luput dari bacokan golok mas
solihin. Tapi untungnya kerabat pak lurah ini berhasil diselamatkan.
Mas
solihin yakin bahwa pria muda ini adalah pelaku penyantetan istrinya, namun
karena ha – hal ghaib sulit untuk dibuktikan dipersidangkan, eh malah mas
solihin yang masuk penjara dengan tuduhan percobaan pembunuhan. Begitu
mendengar akhir kisah kakek, kami semua diam. Untunglah hal mengerikan itu kini
tinggal kenangan. Waktu menunjukkan jam 11 malam, tiba – tiba saya teringat
ucapan kakek bahwa sejarah hidup akan selalu terulang entah menimpa siapapun
diluar sana. Hingga saya menatap Mas Joko dengan penuh tanda Tanya…
Bersambung Chapter 7
Posting Komentar