REVIEW : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck


                       Finally, ada film yang menggeser posisi favorit gue untuk kategori Film Drama Indonesia yang awanya dipertahankan oleh film Habibie-Ainun. Film hebat tersebut adalah film mahal besutan sutradara Sunil Soraya : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, sebuah film yang diangkat dari sebuah mega best seller dengan judul yang sama oleh pengarang ternama Buya Hamka.
`               Film dengan budget milyaran ini rupanya dipersiapkan dengan matang dengan proses produksi yang memakan waktu hingga 5-6 tahun. Menceritakan seorang pemuda bernama Zainudin yang berdarah Minang dari ayahnya dan berdarah Bugis dari Ibunya. Ketika ia menjadi yatim-piatu, pamitlah ia kepada pengasuhnya, Mak Base untuk mengunjungi tanah kelahirannya di Baitipuh, Padang. Namun kehadirannya tidak diterima di tengah struktur masyarakat Minang yang bernasabkan kepada Ibu. Ia bertemu Hayati, dan kerap mencurahkan isi hatinya melalui surat. Melalui surat-surat tersebut, Zainudin dan Hayati jatuh cinta. Namun cinta mereka ditentang oleh keluarga Hayati yang lebih memilih pinangan Aziz, kakak Khadijah, sahabat Hayati di Padang Panjang. Hayati terpaksa mengikuti kemauan keluarganya dan menikah dengan Aziz.
                Setelah dirundung duka karena patah hatinya, Zainuding pergi ke tanah Jawa ditemani sahabat setianya, Bang Muluk. Ia kemudian kerap menulis dan kemudian menjadi penulis terkenal berkat cerita-ceritanya yang hidup karena diambil dari kisah hidupnya sendiri. Kemudian Zainudin dipercayakan sebuah penerbitan yang hampir bangkrut di Surabaya. Di waktu yang sama,Azis dan Hayati pun pindah ke Surabaya. Namun ternyata kesenangan Azis berjudi membawa rumah tangga mereka kepada kehancuran. Bagaimanakah kelanjutan cinta segitiga Zainudin, Hayati dan Azis berikutnya? Silahkan tonton sendiri filmnya!
                Sedikit kritik untuk teknik 3D pada kapal Van Der Wijck yang menurut gue terlalu kasar, padahal menurut gue kapal ini salah satu yang menjadi poin penting pada film ini. Meskipun penggarapan film ini mahal dan proses penggarapannya sendiri sangat panjang, tapi gue cukup dikecewakan dengan efek 3D yang ditampilkan.
                Then, I’m sorry to say, tapi menurut gue Pevita kurang bisa mendalami perannya sebagai gadis Minang, dari segi dialek dan kosakata bahasa. Kekuatan aktingnya memang gue akui untuk menguras airmata gue, tapi gue rasa ia belum menampilkan kemampuan terbaiknya untuk memerankan karakter gadis Minang.
                Tapi gue bener-bener harus memberi standing applause untuk setiap soundtrack di film ini! Terutama lagu berjudul Sumpah Dan Cinta Matiku, sukses berat membuat gue menangis Bombay saat adegan Hayati melepas kepergian Zainudin ke Padang Panjang, meninggalan Baitipuh dan dirinya. Ditambah lagi, acting yang sangat kuat oleh Herjunot Ali. Ntah kenapa gue merasa bahwa Junot memiliki darah teater yang kuat pada dirinya. Film ini adalah pembuktiannya. Kemudian aktris lain yang bermain di film tersebut.
                Overall, film ini sangat gue rekomendasikan bagi pecinta film Indonesia. Dan gue bangga, makin hari sineas Indonesia makin menunjukkan kualitasnya dalam industri perfilman. All thumbs for you!

Posting Komentar